Monday 25 May 2015

Lezatnya Mie Aceh di Kutacane Aceh Tenggara



Lezatnya Mie Aceh di Kutacane Aceh Tenggara
mie Aceh di kutacane
(Vani)


Oleh: Isvani 

Mie Aceh adalah salah satu makanan yang punya tempat tersendiri dalam kehidupan masyarakat aceh. Bisa dikatakan tidak ada yang tidak mengenal dengan makanan yang menggugah selera para penikmatnya. Mie Aceh bukan hanya terkenal di Aceh, namun terkenal ke berbagai wilayah di nusantara. 

Mie aceh dikenal dengan rasanya yang khas yang akan menggoyangkan lidah siapa saja yang mencicipinya. Aku sendiri termasuk salah satu pecinta Mie Aceh. Kalau bepergian ke kota-kota atau kabupaten di seluruh aceh sudah pasti warung-warung yang akan menyediakan Mie Aceh yang akan aku singgahi.

Bulan januari silam kaki ini berkesempatan menjajaki kota Kutacane. Walaupun hanya sebentar saja berada di kota itu karena kejar waktu harus segera ke Kota Blangkejren. Namun, sesuatu yang sangat berkesan di hati ini, apalagi kalau bukan citarasa Mie Aceh disalah satu warung di Ibukota Aceh Tenggara tersebut.

Kala itu aku aku dan satu orang kawan baru saja sampai dari subussalam. Perjalanan dari subulussalam ke aceh tenggara sungguh sangat melelahkan dan butuh kesabaran yang tinggi. perjalanan akan menyita waktu sampai 7 bahkan bisa sampai 8 jam. Kondisi jalan pun sungguh sangat menyiksa pengguna jalan dan ditambaha lagi jika mataharinya sangat terik maka lengkap sudah penderitaan bagi yang menggunakan sepeda motor.

Sebenarnya bila ada jalan pintas lain dari subulussalam ke aceh tenggara bisa memperpendek jarak tempuh. Saat ini bila ingin ke kutacane jika dari subussalam harus melewati provinsi tetangga kemudian ditambah lagi dengan pungutan liar(PUNGLI) dibeberapa daerah di SUMUT dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal. Jalan di provinsi seberang itupun sungguh benar-benar gila. Entah kemana uang dibawa pejabat daerah sekitar itu sampai hati membiarkan rakyatnya mendapatkan pelayanan infrastruktur yang sangat tidak memadai.

Dulu pernah mencuat untuk membangun jalan tembus dari subussalam ke kutacane, namun perihal rencana itu memuculkan pro dan kontra. Rencana itu ditentang oleh aktivis pecinta lingkungan karena akan merusak ekosistem kawasan leuser yang kebetulan perencanaan jalan itu akan membelah kawasan hutan yang lindungi itu.
Ahhh. Sebuah kebijakan memang akan menghasilkan pro dan kontra. Pemerintah dan masyarakat harus bersama memikirkan masalah itu. Tak salah bila sambil memakan Mie Aceh, hehhehehe

Kembali lagi ke Mie Aceh tadi, Kami berhenti disebuah warung kopi untuk sekedar minum kopi dan juga sedikit mengisi perut karena selama menempuh perjalanan dari Subulussalam tidak ada rumah makan muslim disepanjang jalan provinsi tetangga itu. Kemungkinan di kota Dairi ada rumah makan muslim, namun kami harus bergerak cepat sehingga tidak lama-lama berhenti di kota itu.

Warung kopi yang kami singgahi di kota Kutacane nampak bersih dan terawat. Nampak beberapa pengunjung sedang menikmati hidangannya masing-masing. Jam kala itu menunjukkan pukul 6 sore. Tidak lama lagi matahari akan kembali ke peraduannya dan malam akan tiba.

Kami memilih duduk disalah satu pojok dengan pemandangan jalan raya. Setelah memesan Mie Aceh dan minuman masing-masing, kami berbincang-bincang sembari menunggu pesanan datang. Menurut pengamatan, orang-orang yang bekerja di warkop ini sepertinya bukan orang asli daerah kota kutacane, gaya bahasa acehnya menunjukkan dari orang utara dan timur Aceh. Kayak aceh utara, Bireuen, bahkan mungkin orang aceh timur.

Tidak lama kemudian, pesanan mie Aceh usai dihidangkan dan tidak menunggu lama kami segera menyantapnya. Rasanya sungguh menggugah selera dipadu dengan rasa pedas dengan steak daging yang dicampur dengan Mie. Sungguh suatu kesempurnaan dalam kuliner Aceh yang satu ini. hingga kini kami masih teringat dengan Mie Aceh tersebut dan suatu saat nanti akan kembali kesana untuk mencicipi mie Aceh itu dan makanan-makanan lain yang menggugah selera.

Senja telah mengantar kami dilangit kota Kutacane. Sore itu juga kami harus segera melanjutkan perjalanan menuju dataran tinggi Gayo. Jam telah menunjukkan pukul 6 sore lewat 15 menit. Tidak banyak waktu untuk kami untuk memacu kendaraan untuk sampai ke Gayo Lues. 
Good Bye Kutacane and We Coming Gayo Lues...

Penulis adalah penggiat alam bebas. saat ini sedang menyelesaikan pendidikan di fakultas hukum dan fakultas psikologi Unsyiah. 

(Persepsipost.com) 

4 comments:

  1. Ralat bacut cut bang. Aceh tenggara adalah provinsi aceh. Jadi dalam penyebutan mie aceh kalo masi dlm wilayah aceh. Ya gk usah disebut mie aceh. Mnurut saya kali di sebut mie aceh. Seolah. Aceh tenggara tu uda masok ke provinsi laen cut bang. Meunan mantong

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kenapa di sebut mie aceh?
      Mmg kutacane adalah salah satu kabupaten yang terletak di aceh, dan penduduk lokalnya mayiritas suku alas, kebiasa menyebutkan mie aceh mgkin dipengaruhi oleh penjual mie aceh yang pertama kali itu adalah orang (suku) aceh dan berbahasa aceh, dan kalo di kutacane klo tdk disebut mie aceh, maka busa saja kita mendapatkan mie goreng yang bahan dasarnya bukan mie basah.

      Delete
  2. Ralat bacut cut bang. Aceh tenggara adalah provinsi aceh. Jadi dalam penyebutan mie aceh kalo masi dlm wilayah aceh. Ya gk usah disebut mie aceh. Mnurut saya kali di sebut mie aceh. Seolah. Aceh tenggara tu uda masok ke provinsi laen cut bang. Meunan mantong

    ReplyDelete
  3. Klo boleh tau nama warung mie acehnya apa bg? Udah coba sana sini cari mie aceh yg rasa mie aceh blm juga nemu di Kutacane

    ReplyDelete

Copyright © 2014-2015 SuA Atjeh