Kisah Keajaiban Dan keramat Abu Ibrahim Woyla " Wali Aceh"
Kisah Keajaiban Dan keramat Abu Ibrahim Woyla " Wali Aceh" -Bila
kita dengar kisah dan cerita tentang Abu Ibrahim Woyla semasa hidupnya tak ubah
seperti kita membaca kisah para sufi dan ahli tashawwuf. Banyak sekali tindakan
yang dikerjakan Abu Ibrahim Woyla semasa hidupnya yang terkadang tidak dapat
diterima secara rasional, karena kejadian yang diperankannya termasuk di luar
jangkauan akal pikiran manusia. Untuk mengenal prilaku Abu Ibrahim Woyla
haruslah menggunakan pikiran alam lain sehingga menemukan jawaban apa yang
dilakukan Abu Ibrahim Woyla itu benar adanya.
abu ibrahim woyla |
Itulah keajaiban-keajaiban yang melekat pada sosok Abu
Ibrahim Woyla, yang oleh sebagian ulama di Aceh menilai bahwa Abu Ibrahim Woyla
adalah seorang ulama yang sudah mencapai tingkat Waliyullah (Wali Allah). hal
itu diakui Teungku Nasruddin, memang banyak sekali laporan masyarakat yang
diterima keluarga menceritakan seputar keajaiban kehidupan Abu Ibrahim Woyla.
Hal ini terbukti semasa hidupnya Abu Ibrahim Woyla
selalu mendatangi tempat-tempat dimana umat selalu dalam kesusahan, kegelisahan
dan musibah beliau selalu ada di tengah-tengah masyarakat itu. Namun orang
sulit memahami maksud dan tujuan Abu Ibrahim Woyla untuk apa beliau mendatangi
tempat-tempat seperti itu, karena kedatangannya tidak membawa pesan atau amanah
apapun bagi masyarakat yang didatanginya. Abu Ibrahim Woyla hanya datang berdoa
di tempat-tempat yang ia datangi, tutur Teungku Nasruddin.
Dalam
hal ini Ustadz (Teungku disingkat Tgk) Muhammad Kurdi Syam (seorang warga Kayee
Unoe, Calang yang sangat mengenal Abu Ibrahim Woyla menceritakan bahwa Abu
Ibrahim Woyla kebetulan sedang berjalan kaki, beliau terkadang masuk ke sebuah
rumah tertentu milik masyarakat yang dilawatinya, ia mengelilingi rumah
tersebut sampai beberapa kali kemudian berhenti pas di halaman rumah itu dan
menghadapkan dirinya ke arah rumah tersebut dengan berzikir LA ILAHA
ILLALLAH yang tak berhenti keluar dari mulutnya, setelah itu Abu
Ibrahim Woyla pergi meninggalkan rumah itu.
Tidak ada yang tahu makna yang terkandung di balik
semua itu, apakah agar penghuni rumah itu terhindar dari bahaya yang akan
menimpa mereka atau mendoakan penghuni rumah itu agar dirahmati Allah? Wallahu
A’lam.
Menurut Tgk Nasruddin , dilihat dari kehidupannya, Abu
Ibrahim Woyla sepertinya tidak lagi membutuhkan hal-hal yang bersifat duniawi,
ia mencontohkan, kalau misalnya Abu Ibrahim Woyla memiliki uang, uang tersebut
bisa habis dalam sekejap mata dibagikan kepada orang yang membutuhkan dan
biasanya Abu Ibrahim Woyla membagikan uang itu kepada anak-anak dalam jumlah
yang tidak diperhitungkan (sama seperti amalan Rasulullah). Begitulah kehidupan
Abu Ibrahim Woyla dalam kehidupan sehari-hari.
Keajaiban
lain yang membuat masyarakat tak habis pikir dan bertanya-tanya adalah soal
kecepatan beliau melakukan perjalanan kaki yang ternyata lebih cepat dari
kendaraan bermesin. Memang kebiasaan Abu Ibrahim Woyla kalau pergi kemana-mana
selalu berjalan kaki tanpa menggunakan sendal. Bagi orang yang belum
mengenalnya bisa beranggapan bahwa Abu Ibrahim Woyla sosok yang tidak normal.
Karena disamping penampilannya yang tidak rapi, mulutnya terus komat kamit
mengucapkan zikir sambil berjalan.
Tgk Muhammad Kurdi Syam menceritakan suatu ketika Abu Ibrahim Woyla sedang jalan kaki di Teunom menuju Meulaboh (perjalanan yang memakan waktu 1 sampai 2 jam dengan kendaraan bermotor), yang anehnya Abu Ibrahim Woyla ternyata duluan sampai di Meulaboh, padahal yang punya mobil tadi tahu bahwa tidak ada kendaraan lain yang mendahului mobilnya, kejadian ini bukan sekali dua kali terjadi, malah bagi masyarakat di pantai barat yang sudah mengganggap itulah kelebihan sosok ulama keramat Abu Ibrahim Woyla yang luar biasa tidak sanggup dinalar oleh pikiran orang biasa.
Tgk Muhammad Kurdi Syam menceritakan suatu ketika Abu Ibrahim Woyla sedang jalan kaki di Teunom menuju Meulaboh (perjalanan yang memakan waktu 1 sampai 2 jam dengan kendaraan bermotor), yang anehnya Abu Ibrahim Woyla ternyata duluan sampai di Meulaboh, padahal yang punya mobil tadi tahu bahwa tidak ada kendaraan lain yang mendahului mobilnya, kejadian ini bukan sekali dua kali terjadi, malah bagi masyarakat di pantai barat yang sudah mengganggap itulah kelebihan sosok ulama keramat Abu Ibrahim Woyla yang luar biasa tidak sanggup dinalar oleh pikiran orang biasa.
karena
tak heran kalau Abu Ibrahim Woyla berada seperti di pasar, misalnya semua
pedagang di pasar itu berharap agar Abu Ibrahim Woyla dapat singgah di toko
mereka, karena mereka ingin mendapatkan berkah Allah melalui perantaran Abu
Ibrahim Woyla. Namun tidak segampang itu karena Abu Ibrahim Woyla punya pilihan
sendiri untuk mampir di suatu tempat.
Seperti yang diceritakan Tgk Muhammad Kurdi Syam, suatu waktu Abu Ibrahim Woyla sedang berada di Lamno, Aceh Jaya. lalu bertemu dengan seseorang yang bernama Samsul Bahri yang sedang bekerja di Abah Awe, saat itu kebetulan Abu Ibrahim Woyla membawa dua potong lemang.
Ketika mampir di situ Abu Ibrahim Woyla meminta sedikit air, setelah air itu diberikan Samsul lalu Abu Ibrahim Woyla memberikan dua potong lemang tersebut kepada Samsul tapi Samsul menolaknya karena menurut Samsul bahwa lemang tersebut adalah sedekah orang yang diberikan kepada Abu Ibrahim Woyla. karena tidak mau diterima Samsul, lemang itu dibuang Abu Ibrahim Woyla yang tak jauh dari tempat duduknya, spontan saja Samsul tercengang dengan tindakan Abu yang membuang lemang begitu saja, karena merasa bersalah lalu Samsul ingin mengambil lemang yang sudah dibuang tersebut, namun sayang, ketika mau diambil lemang itu hilang secara tiba-tiba.
Seperti yang diceritakan Tgk Muhammad Kurdi Syam, suatu waktu Abu Ibrahim Woyla sedang berada di Lamno, Aceh Jaya. lalu bertemu dengan seseorang yang bernama Samsul Bahri yang sedang bekerja di Abah Awe, saat itu kebetulan Abu Ibrahim Woyla membawa dua potong lemang.
Ketika mampir di situ Abu Ibrahim Woyla meminta sedikit air, setelah air itu diberikan Samsul lalu Abu Ibrahim Woyla memberikan dua potong lemang tersebut kepada Samsul tapi Samsul menolaknya karena menurut Samsul bahwa lemang tersebut adalah sedekah orang yang diberikan kepada Abu Ibrahim Woyla. karena tidak mau diterima Samsul, lemang itu dibuang Abu Ibrahim Woyla yang tak jauh dari tempat duduknya, spontan saja Samsul tercengang dengan tindakan Abu yang membuang lemang begitu saja, karena merasa bersalah lalu Samsul ingin mengambil lemang yang sudah dibuang tersebut, namun sayang, ketika mau diambil lemang itu hilang secara tiba-tiba.
Dalam
kejadian lain, Tgk Nasruddin menceritakan suatu ketika (sebelum Tgk Nasruddin
menjadi menantu Abu Ibrahim Woyla), tiba-tiba shubuh pagi Abu Ibrahim Woyla
datang ke almamaternya ke Pesantren Syeikh Mahmud, kaki Abu Ibrahim Woyla
kelihatan sedikit pincang sebelah kalau beliau berjalan. Kedatangan Abu Ibrahim
Woyla disambut Tgk Nasruddin dan teman-teman sepengajian lainnya.
Lalu Abu meminta sedikit nasi untuk sarapan pagi, “nasinya ada, tapi tidak ada lauk pauk apa-apa Abu” kata Tgk Nasruddin, “Nggak apa-apa, saya makan pakai telur saja, coba lihat dulu di dapur mungkin masih ada satu telur tersisi” jawab Abu Ibrahim Woyla, lalu Tgk Nasruddin menuju ke dapur, ternyata di tempat yang biasa ia simpan telur terdapat satu butir telur, padahal seingatnya tidak ada sisa telur lagi karena sudah habis dimakan.
Lalu Abu meminta sedikit nasi untuk sarapan pagi, “nasinya ada, tapi tidak ada lauk pauk apa-apa Abu” kata Tgk Nasruddin, “Nggak apa-apa, saya makan pakai telur saja, coba lihat dulu di dapur mungkin masih ada satu telur tersisi” jawab Abu Ibrahim Woyla, lalu Tgk Nasruddin menuju ke dapur, ternyata di tempat yang biasa ia simpan telur terdapat satu butir telur, padahal seingatnya tidak ada sisa telur lagi karena sudah habis dimakan.
Lantas
sambil menyuguhkan Nasi kepada Abu Ibrahim Woyla, Tgk Nasruddin bertanya,
“Kenapa dengan kaki Abu ?” Abu menjawab “saya baru pulang dari bukit Qaf
(Mekkah), disana banyak sekali tokonya tapi tidak ada penjualnya. Namun kalau
kita ingin membeli sesuatu kita harus membayar di mesin, kalau tidak kita bayar
kita akan ditangkap polisi”, Abu meneruskan “setelah saya belanja di toko-toko
itu lalu saya naik kereta api dan sangat cepat larinya, karena saya takut duduk
dalam kereta api itu , maka saya lompat dan terjatuh hingga membuat kaki saya
sedikit terkilir, makanya saya agak pincang, tapi sebentar lagi juga sembuh”.
Kejadian
serupa juga dialami oleh keluarga dekat Abu Ibrahim Woyla sendiri, suatu hari
Abu mengunjungi salah seorang saudaranya untuk meminta sedikit nasi dengan lauk
sambel udang belimbing, lalu tuan rumah itu mengatakan pada isterinya untuk
menyiapkan nasi dengan sambel udang belimbing untuk Abu Ibrahim Woyla, tapi
isterinya memberi tahu bahwa pohon belimbingnya tidak lagi berbuah, “baru
kemarin sore saya lihat pohon belimbingnya lagi tidak ada buahnya” kata sang
isteri pada suaminya. Tapi suaminya terus mendesak isterinya “coba kamu lihat
dulu, kadang ada barang dua tiga buah sudah cukup untuk makan Abu” katanya.lalu
isterinya pergi ke pohon belakang rumah, ternyata belimbing itu memang
didapatkan tak lebih dari tiga buah di pohon yang kemarin sore dilihatnya.
Demikian
pula ketika hendak melangsungkan pernikahan anak pertama Abu Ibrahim Woyla, yaitu
Salmiah, msyarakat di kampung melihat sepertinya Abu Ibrahim Woyla tidak peduli
terhadap acara pernikahan anaknya. Padahal acara pernikahan itu akan
berlangsung beberapa hari lagi, tapi Abu Ibrahim Woyla tidak menyiapkan apa-apa
untuk menghadapi acara pernikahan anaknya itu, bahkan uang pun tidak beliau
kasih pada keluarga untuk kebutuhan acara tersebut. Namun ajaibnya pada hari
“H” (hari pernikahan berlangsung) ternyata acara pernikahan anaknya berlangsung
lebih besar dari pesta-pesta pernikahan orang lain yang jauh-jauh hari telah
mempersiapkan segala sesuatunya.
Begitulah
sebagian dari perjalanan riwayat hidup seorang ulama dan aulia Abu Ibrahim
Woyla yang sulit dicari penggantinya di Aceh sekarang ini. Beliau berpulang ke
Rahmatullah pada hari sabtu pukul 16.00 WIB tanggal 18 Juli 2009 di rumah
anaknya di Pasi Aceh Kecamatan Woyla Induk, Kabupaten Aceh Barat dalam usia 90
tahun.
Tim Majalah Santri Dayah pernah berziarah ke makan beliau pada pertengahan tahun 2012, melihat makan yang dijaga oleh anak tertuanya, banyak sekali diziarahi oleh masyarakat. Namun pihak keluarga sangat hati-hati dan berpesan pada penziarah agar makan Abu Ibrahim Woyla tidak dijadikan tempat pemujaan (yang membawa kepada syirik).
(Dinukil majalah Santri Dayah | santridayah.com)
Tim Majalah Santri Dayah pernah berziarah ke makan beliau pada pertengahan tahun 2012, melihat makan yang dijaga oleh anak tertuanya, banyak sekali diziarahi oleh masyarakat. Namun pihak keluarga sangat hati-hati dan berpesan pada penziarah agar makan Abu Ibrahim Woyla tidak dijadikan tempat pemujaan (yang membawa kepada syirik).
(Dinukil majalah Santri Dayah | santridayah.com)
0 komentar:
Post a Comment