Lezatnya Mie Aceh di Kutacane Aceh Tenggara
Mie Aceh
adalah salah satu makanan yang punya tempat tersendiri dalam kehidupan
masyarakat aceh. Bisa dikatakan tidak ada yang tidak mengenal dengan makanan
yang menggugah selera para penikmatnya. Mie Aceh bukan hanya terkenal di Aceh,
namun terkenal ke berbagai wilayah di nusantara.
Mie
aceh dikenal dengan rasanya yang khas yang akan menggoyangkan lidah siapa saja
yang mencicipinya. Aku sendiri termasuk salah satu pecinta Mie Aceh. Kalau
bepergian ke kota-kota atau kabupaten di seluruh aceh sudah pasti warung-warung
yang akan menyediakan Mie Aceh yang akan aku singgahi.
Bulan
januari silam kaki ini berkesempatan menjajaki kota Kutacane. Walaupun hanya
sebentar saja berada di kota itu karena kejar waktu harus segera ke Kota
Blangkejren. Namun, sesuatu yang sangat berkesan di hati ini, apalagi kalau
bukan citarasa Mie Aceh disalah satu warung di Ibukota Aceh Tenggara tersebut.
Kala
itu aku aku dan satu orang kawan baru saja sampai dari subussalam. Perjalanan
dari subulussalam ke aceh tenggara sungguh sangat melelahkan dan butuh
kesabaran yang tinggi. perjalanan akan menyita waktu sampai 7 bahkan bisa
sampai 8 jam. Kondisi jalan pun sungguh sangat menyiksa pengguna jalan dan
ditambaha lagi jika mataharinya sangat terik maka lengkap sudah penderitaan
bagi yang menggunakan sepeda motor.
Sebenarnya
bila ada jalan pintas lain dari subulussalam ke aceh tenggara bisa memperpendek
jarak tempuh. Saat ini bila ingin ke kutacane jika dari subussalam harus
melewati provinsi tetangga kemudian ditambah lagi dengan pungutan liar(PUNGLI)
dibeberapa daerah di SUMUT dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal. Jalan
di provinsi seberang itupun sungguh benar-benar gila. Entah kemana uang dibawa
pejabat daerah sekitar itu sampai hati membiarkan rakyatnya mendapatkan
pelayanan infrastruktur yang sangat tidak memadai.
Dulu
pernah mencuat untuk membangun jalan tembus dari subussalam ke kutacane, namun
perihal rencana itu memuculkan pro dan kontra. Rencana itu ditentang oleh
aktivis pecinta lingkungan karena akan merusak ekosistem kawasan leuser yang
kebetulan perencanaan jalan itu akan membelah kawasan hutan yang lindungi itu.
Ahhh.
Sebuah kebijakan memang akan menghasilkan pro dan kontra. Pemerintah dan
masyarakat harus bersama memikirkan masalah itu. Tak salah bila sambil memakan
Mie Aceh, hehhehehe
Kembali
lagi ke Mie Aceh tadi, Kami berhenti disebuah warung kopi untuk sekedar minum
kopi dan juga sedikit mengisi perut karena selama menempuh perjalanan dari
Subulussalam tidak ada rumah makan muslim disepanjang jalan provinsi tetangga
itu. Kemungkinan di kota Dairi ada rumah makan muslim, namun kami harus
bergerak cepat sehingga tidak lama-lama berhenti di kota itu.
Warung
kopi yang kami singgahi di kota Kutacane nampak bersih dan terawat. Nampak
beberapa pengunjung sedang menikmati hidangannya masing-masing. Jam kala itu
menunjukkan pukul 6 sore. Tidak lama lagi matahari akan kembali ke peraduannya
dan malam akan tiba.
Kami
memilih duduk disalah satu pojok dengan pemandangan jalan raya. Setelah memesan
Mie Aceh dan minuman masing-masing, kami berbincang-bincang sembari menunggu
pesanan datang. Menurut pengamatan, orang-orang yang bekerja di warkop ini sepertinya
bukan orang asli daerah kota kutacane, gaya bahasa acehnya menunjukkan dari
orang utara dan timur Aceh. Kayak aceh utara, Bireuen, bahkan mungkin orang
aceh timur.
Tidak
lama kemudian, pesanan mie Aceh usai dihidangkan dan tidak menunggu lama kami
segera menyantapnya. Rasanya sungguh menggugah selera dipadu dengan rasa pedas
dengan steak daging yang dicampur dengan Mie. Sungguh suatu kesempurnaan dalam
kuliner Aceh yang satu ini. hingga kini kami masih teringat dengan Mie Aceh
tersebut dan suatu saat nanti akan kembali kesana untuk mencicipi mie Aceh itu
dan makanan-makanan lain yang menggugah selera.
Senja
telah mengantar kami dilangit kota Kutacane. Sore itu juga kami harus segera
melanjutkan perjalanan menuju dataran tinggi Gayo. Jam telah menunjukkan pukul
6 sore lewat 15 menit. Tidak banyak waktu untuk kami untuk memacu kendaraan
untuk sampai ke Gayo Lues.
Good
Bye Kutacane and We Coming Gayo Lues...
Penulis adalah penggiat alam bebas. saat ini sedang menyelesaikan pendidikan di fakultas hukum dan fakultas psikologi Unsyiah.
(Persepsipost.com)
Ralat bacut cut bang. Aceh tenggara adalah provinsi aceh. Jadi dalam penyebutan mie aceh kalo masi dlm wilayah aceh. Ya gk usah disebut mie aceh. Mnurut saya kali di sebut mie aceh. Seolah. Aceh tenggara tu uda masok ke provinsi laen cut bang. Meunan mantong
ReplyDeleteKenapa di sebut mie aceh?
DeleteMmg kutacane adalah salah satu kabupaten yang terletak di aceh, dan penduduk lokalnya mayiritas suku alas, kebiasa menyebutkan mie aceh mgkin dipengaruhi oleh penjual mie aceh yang pertama kali itu adalah orang (suku) aceh dan berbahasa aceh, dan kalo di kutacane klo tdk disebut mie aceh, maka busa saja kita mendapatkan mie goreng yang bahan dasarnya bukan mie basah.
Ralat bacut cut bang. Aceh tenggara adalah provinsi aceh. Jadi dalam penyebutan mie aceh kalo masi dlm wilayah aceh. Ya gk usah disebut mie aceh. Mnurut saya kali di sebut mie aceh. Seolah. Aceh tenggara tu uda masok ke provinsi laen cut bang. Meunan mantong
ReplyDeleteKlo boleh tau nama warung mie acehnya apa bg? Udah coba sana sini cari mie aceh yg rasa mie aceh blm juga nemu di Kutacane
ReplyDelete