Saturday, 13 June 2015

Sepotong Kisah Keumamah Dalam Perjuangan Aceh Melawan Penjajah

Sepotong Kisah Keumamah Dalam Perjuangan Aceh Melawan Penjajah
Keumamah 

Aceh dikenal dengan beragam kuliner yang lezat dan menggugah selera. Salah satunya adalah Keumamah. Keumamah merupakan makanan khas Aceh yang lahir karena perang. Keumamah memang makanan unik dan penuh heroik.

Keumamah dan sering juga disebut dengan “Ungkoet Kayee”  atau dalam Bahasa Indonesia adalah “Ikan Kayu”. Bukan perihak berasal dari kayu atau semacamnya, namun karena bentuk dan wujudnya yang keras serta menyerupai kayu, nyatanya Keumamah berasal dari Ikan jenis Tongkol.

Di dalam sejarah perjuangan rakyat Aceh. keumamah menjadi lauk utama yang berjasa menjadi bekal makanan yang selalu dibawa para pejuang Aceh saat bergerilya di hutan  atau ketika bersembunyi di kurok-kurok (tempat persembunyian di dalam tanah) saat perang melawan penjajah yang dimulai pada tanggal 26 maret 1873.

Hal ini disebabkan karena awet dan tahan lamanya keumamah. Saat musibah Tsunami Aceh tahun 2004 silam, Keumamah menjadi makanan lauk favorit para pengungsi korban bencana di titik-titik tenda dan barak pengungsian.

Proses pembuatan keumamah terbilang unik dan harus melalui tahap-tahap panjangnya sehingga membuat makanan ini istimewa. Dimulai dari proses pengawetan yang biasa dilakukan masyarakat Aceh secara turun-temurun yaitu dimulai dari pembersihan, perebusan dengan menyertakan daun belimbing wuluh, ada juga yang menyertai dengan daun kuda-kuda, mungkin ini untuk membuat ikannya awet lama, kemudian setelah direbus selama 1 s/d 2 jam atau hingga masak ikan kemudian masuk kedalam proses penirisan, lalu pengeringan awal dengan sinar matahari sampai permukaan ikan kering.

Setelah itu, dimulai dengan proses pengecilan ukuran, setiap ikan tersebut dipotong menjadi dua bagian, satu bagian ikan tersebut dipotong/dibelah memanjang menjadi 2 bagian lagi, sehingga potongan ikan menjadi 4 bagian, dengan terlebih dahulu memisahkan tulang-tulangnya, biasanya tulang tidak dibuang karena digunakan sebagai penyedap kuah atau masakan tradisional lainnya. Tujuang dari pemotongan ikan ini adalah untuk mempercepat proses pengeringan.

Tahap selanjutnya adalah tahap penirisan dan pengeringan akhir, serta pengasapan selama beberapa minggu diatas langit-langit dapur sampai dagingnya mengeras. Usai itu daging yang telah mengering itu dibalut dengan tepung tapioka agar tidak mengeluarkan bau dan tetap terjaga keawetannya.


Keumamah belum jadi sepenuhnya namun sudah bisa disantap dengan nasi tanpa harus dimasak lagi, cukup direndam dengan air panas hingga keumamah-nya empuk dan disuwir-suwir, begitulah yang dilakukan para pejuang aceh tempo dulu pada saat berada di dalam peperangan yang serba terbatas.[] 

Rukoh, Juni 2015 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2014-2015 SuA Atjeh