Wednesday, 11 February 2015

Aceh Masih Seperti " Buya Krueng Tahe Teudong-dong"

Aceh Masih Seperti " Buya Krueng Tahe Teudong-dong"

Oleh : Isvani

Aceh adalah hamparan tanah yang begitu subur dengan bentangan alam yang menjadikan lahan bisnis bagi semua orang. Tanah yang ada di aceh begitu menjanjikan sehingga semua orang di belahan bumi ini sudah melirik-lirik aceh dari jauh-jauh hari. Aceh dengan berbagai macam kekayaan yang berada di bawah tanahnya akan membuat siapa saja akan tergoda untuk dapat memilikinya.

Salah satu wilayah aceh adalah kabupaten nagan raya yang dulunya masih dalam wilayah kabupaten aceh barat sebelum dimekarkan. Sepanjang mata memandang nagan raya di hiasi dengan perkebunan sawit yang nan luas. Hal ini sesuai dengan apa yang aku lihat sendiri beberapa minggu lalu dalam rangka keliling aceh. Hal yang sangat disayangkan adalah perkebunan sawit tersebut bukan milik masyarakat umum. Namun, perkebunan sawit tersebut  dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang hanya memberikan sedikit dampak positifnya bagi masyarakat Nagan Raya.

Perusahaan-perusahaan tersebut mengelola ratusan dan mungkin puluhan ribu hektar kebun sawit dan bisa diprediksi masyarakat disekitaran perkebunan tersebut hanya jadi pekerja di perusahaan para pengusaha-pengusaha tersebut. Daerah yang sudah dijadikan perkebunan menurut hemat saya akan menjadi tempat yang sepi dan tidak berkembang. Kenapa ? karena lahan perkebunan yang bukan milik masyarakatnya sendiri otomatis masyarakat tidak bisa menggarap dengan sesuka hatinya sehingga tidak ada perkampungan di daerah perkebunan tersebut. Seperti yang saya lihat di sekitaran perkebunan tersebut sepi dari manusia dan hanya hamparan perkebunan sawit yang maha luas.

Saya heran dengan pejabat pejabat di kabupaten tersebut. Kenapa tidak pernah terbersit di pikiran mereka untuk mempercayakan masyarakat disana yang mengelola sendiri yang begitu subur. Permasalahan modal dan lain-lain itulah yang menjadi tugas pemerintah dalam memberdayakan masyarakatnya. Sedangkan seperti saat-saat ini perusahaan-perusahan besar yang mengelolanya sehingga bisa dipastikan ada permainan kongkalikong antara pemerintah dengan penguasa-penguasa tersebut.

Kalau bisa saya kasih saran pemerintah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengelola perkebunan sendiri dan bisa juga dengan membuat kelompok tani atau koperasi yang diisi oleh masyarakat tanpa ada kepentingan politik atau kepentingan ekonomi.  Bila hal tersebut pemerintah mau menjalankannya maka saya yakin taraf hidup masyarakat di kabupaten nagan akan lebih baik.

Saya contohkan begini. Setiap masyarakat diberikan lahan untuk perkebunan sawit satu hektar saja per kepala keluarga. Sawit dalam sebulan bisa dua kali panen sehingga lebih kurang sekali panen satu hektar bisa menghasilkan lebih kurang satu ton sawit. Jika misalnya harga pasaran sawit perkilogram Rp.1000. maka satu ton sawit akan menghasilkan Rp.1.000.000. sebulan 2x panen maka akan dapat hasil lebih kurang 2 juta rupiah. Perkiraan kotornya lebih kurang begitu. Itu hanya untuk satu hektar lahan. Jika satu kepala keluarga bisa mempunyai lahan 5-10 hektar maka silahkan hitung sendiri pemasukan untuk setiap kepala keluarga perbulannya. Insya Allah masyarakat akan lebih makmur dalam hidupnya. Tentunya pemerinyah  menyediakan kebutuhan yang di butuhkan masyarakat dimulai dari bibitnya dan lain-lain.

Sedangkan bila kita kaji-kaji lebih matang dengan berdiri perusahaan perkebunan tersebut tidak seberapa bermamfaat bagi masyarakat. Barangkali masyarakat hanya menjadi kuli yang gajinya tidak seberapa dengan pekerjaan yang dilakukannya.

Bila hal tersebut masih saja terjadi tanpa ada perubahan maka kita masih seperti “ buya krueng tahe teudong-dong” dan “ buya tamong “ tak henti-henti mengeruk kekayaan dari tanah kita sendiri yang bahkan tidak sama sekali kita menyadarinya.. semoga.


*Penulis adalah pemerhati sosial budaya dan Alam. Saat ini sedang menempuh pendidikan di fakultas hukum Unsyiah dan fakultas psikologi Unsyiah 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2014-2015 SuA Atjeh