Aceh Masih Seperti " Buya Krueng Tahe Teudong-dong"
Oleh : Isvani
Aceh
adalah hamparan tanah yang begitu subur dengan bentangan alam yang menjadikan
lahan bisnis bagi semua orang. Tanah yang ada di aceh begitu menjanjikan
sehingga semua orang di belahan bumi ini sudah melirik-lirik aceh dari
jauh-jauh hari. Aceh dengan berbagai macam kekayaan yang berada di bawah
tanahnya akan membuat siapa saja akan tergoda untuk dapat memilikinya.
Salah
satu wilayah aceh adalah kabupaten nagan raya yang dulunya masih dalam wilayah
kabupaten aceh barat sebelum dimekarkan. Sepanjang mata memandang nagan raya di
hiasi dengan perkebunan sawit yang nan luas. Hal ini sesuai dengan apa yang aku
lihat sendiri beberapa minggu lalu dalam rangka keliling aceh. Hal yang sangat
disayangkan adalah perkebunan sawit tersebut bukan milik masyarakat umum. Namun,
perkebunan sawit tersebut dimiliki oleh
perusahaan-perusahaan yang hanya memberikan sedikit dampak positifnya bagi
masyarakat Nagan Raya.
Perusahaan-perusahaan
tersebut mengelola ratusan dan mungkin puluhan ribu hektar kebun sawit dan bisa
diprediksi masyarakat disekitaran perkebunan tersebut hanya jadi pekerja di
perusahaan para pengusaha-pengusaha tersebut. Daerah yang sudah dijadikan
perkebunan menurut hemat saya akan menjadi tempat yang sepi dan tidak
berkembang. Kenapa ? karena lahan perkebunan yang bukan milik masyarakatnya
sendiri otomatis masyarakat tidak bisa menggarap dengan sesuka hatinya sehingga
tidak ada perkampungan di daerah perkebunan tersebut. Seperti yang saya lihat
di sekitaran perkebunan tersebut sepi dari manusia dan hanya hamparan
perkebunan sawit yang maha luas.
Saya
heran dengan pejabat pejabat di kabupaten tersebut. Kenapa tidak pernah
terbersit di pikiran mereka untuk mempercayakan masyarakat disana yang
mengelola sendiri yang begitu subur. Permasalahan modal dan lain-lain itulah
yang menjadi tugas pemerintah dalam memberdayakan masyarakatnya. Sedangkan seperti
saat-saat ini perusahaan-perusahan besar yang mengelolanya sehingga bisa
dipastikan ada permainan kongkalikong antara pemerintah dengan
penguasa-penguasa tersebut.
Kalau
bisa saya kasih saran pemerintah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
mengelola perkebunan sendiri dan bisa juga dengan membuat kelompok tani atau
koperasi yang diisi oleh masyarakat tanpa ada kepentingan politik atau
kepentingan ekonomi. Bila hal tersebut pemerintah
mau menjalankannya maka saya yakin taraf hidup masyarakat di kabupaten nagan
akan lebih baik.
Saya
contohkan begini. Setiap masyarakat diberikan lahan untuk perkebunan sawit satu
hektar saja per kepala keluarga. Sawit dalam sebulan bisa dua kali panen
sehingga lebih kurang sekali panen satu hektar bisa menghasilkan lebih kurang
satu ton sawit. Jika misalnya harga pasaran sawit perkilogram Rp.1000. maka
satu ton sawit akan menghasilkan Rp.1.000.000. sebulan 2x panen maka akan dapat
hasil lebih kurang 2 juta rupiah. Perkiraan kotornya lebih kurang begitu. Itu hanya
untuk satu hektar lahan. Jika satu kepala keluarga bisa mempunyai lahan 5-10
hektar maka silahkan hitung sendiri pemasukan untuk setiap kepala keluarga
perbulannya. Insya Allah masyarakat akan lebih makmur dalam hidupnya. Tentunya pemerinyah menyediakan kebutuhan yang di butuhkan
masyarakat dimulai dari bibitnya dan lain-lain.
Sedangkan
bila kita kaji-kaji lebih matang dengan berdiri perusahaan perkebunan tersebut
tidak seberapa bermamfaat bagi masyarakat. Barangkali masyarakat hanya menjadi
kuli yang gajinya tidak seberapa dengan pekerjaan yang dilakukannya.
Bila
hal tersebut masih saja terjadi tanpa ada perubahan maka kita masih seperti “
buya krueng tahe teudong-dong” dan “ buya tamong “ tak henti-henti mengeruk
kekayaan dari tanah kita sendiri yang bahkan tidak sama sekali kita menyadarinya..
semoga.
*Penulis
adalah pemerhati sosial budaya dan Alam. Saat ini sedang menempuh pendidikan di
fakultas hukum Unsyiah dan fakultas psikologi Unsyiah
0 komentar:
Post a Comment